Keterpaduan Peran dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

November 13, 2025

Foto oleh Vitaly Gariev di Unsplash


Di dalam Perpres 16/2018 jo. Perpres 12/2021 jo. Perpres 46/2025 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Pengadaan memiliki peran masing-masing yang saling berkelindan. PPK, yang ditunjuk oleh PA/KPA, memegang wewenang dan bertanggung jawab dalam perencanaan pengadaan, termasuk menetapkan metode pengadaan. Sementara itu, dalam beberapa skenario, Pejabat Pengadaan adalah "eksekutor teknis" yang melaksanakan metode pengadaan yang telah ditetapkan oleh PPK, yakni pada Pengadaan Langsung, Penunjukan Langsung, dan e-Purchasing dengan nilai tertentu. Peran dan batas kewenangan ini diatur tegas dalam perpres tersebut.

Namun, dalam praktik hari-hari kerap kita jumpai dinamika serupa begini: PPK ingin cepat selesai tapi Pejabat Pengadaan masih hati-hati karena khawatir ada aturan yang terlewat atau Pejabat Pengadaan meminta revisi dokumen tapi PPK, atas pertimbangannya, menyatakan bahwa itu sudah benar dan tidak perlu perbaikan. Terkadang, juga ada situasi-situasi lain di luar urusan keteknisan.

Situasi seperti ini memang tak terhindarkan. Tapi sebetulnya, di sinilah pola komunikasi dan integritas diuji. Jika PPK dan Pejabat Pengadaan bisa duduk bersama, membuka pasal demi pasal dalam perpres, dan aturan turunan lainnya seperti peraturan LKPP, membahas risiko bersama, maka pengadaan bisa berjalan lancar tanpa harus mengorbankan kepatuhan hukum. Saya rasa, masalah muncul bukan karena perbedaan pandangan, tapi karena kurangnya ruang untuk saling mendengar.

Di awal saya singgung menyoal penetapan metode pengadaan. Ada satu hal yang menggelitik saya, utamanya di waktu belakangan ini. Bagaimana jika PPK menetapkan metode yang tidak sesuai aturan, misalnya memilih Pengadaan Langsung padahal ada kewajiban e-Purchasing menurut perpres terbaru? Sebagai Pejabat Pengadaan, apa yang harus kita lakukan?

Menurut hemat saya, dalam situasi itu, Pejabat Pengadaan tidak diharuskan melanjutkan proses itu. Kita wajib memberi masukan, atau bahkan menolak secara tertulis bila instruksi tersebut nyata-nyata melanggar aturan yang ada. Tapi cara menyampaikannya juga penting. Bukan dengan nada konfrontatif, melainkan dengan pendekatan profesional. Karena saya yakin, pada dasarnya, semua pihak ingin taat hukum, hanya terkkadang persepsinya berbeda.

Kolaborasi Adalah Bentuk Integritas

Integritas dalam pengadaan bukan hanya soal menolak suap, menolak gratifikasi, menghindari konflik kepentingan, atau menjaga dokumen rahasia. Integritas juga berarti mau bekerja sama secara terbuka, menghargai peran orang lain, dan tidak saling melempar tanggung jawab.

PPK seyogyanya percaya pada profesionalisme Pejabat Pengadaan, sementara Pejabat Pengadaan juga perlu memahami tekanan dan tanggung jawab besar yang diemban PPK. Meski secara struktural dan pengalaman, biasanya, Pejabat Pengadaan tidak lebih "kuat" dibandingkan PPK. Khususnya di pemerintahan daerah. Namun, saya percaya bahwa keduanya perlu saling melindungi, bukan dengan menutupi kesalahan, tapi dengan saling mengingatkan sebelum kesalahan itu terjadi.

Sebagai contoh, saya pernah mendengar satu kasus di mana proses pemilihan penyedia sempat tertunda karena PPK dan Pejabat Pengadaan berbeda pandangan soal metode pengadaan. Nilai paketnya memang di bawah Rp200 juta, tapi barang yang dibutuhkan sudah masuk di dalam e-Catalog. PPK merasa bahwa pengadaan langsung lebih cepat karena "penyedia lokal" sudah siap, sementara Pejabat Pengadaan berpendapat bahwa Perpres 46 Tahun 2025 sudah mewajibkan e-Purchasing untuk kategori tersebut. Alhasil, proses berhenti beberapa hari. Namun, setelah keduanya duduk bersama, mencermati pasal 50 Perpres 46/2025 dan berdiskusi dengan Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ), disepakati kemudian bahwa pengadaan tersebut harus dilaksanakan melalui metode e-Purchasing. 

Dari kejadian itu saya belajar satu hal: kolaborasi bukan berarti selalu sepakat, tapi kemauan untuk mencari kesepakatan yang benar.

Karena saya gemar mendaki gunung, saya kerap membayangkan hubungan antara PPK dan Pejabat Pengadaan serupa dua orang yang sedang mendaki gunung. PPK sebagai leader yang menentukan jalur pendakian menentukan jalur, membaca kondisi medan dari depan, dan mengambil keputusan kapan harus naik, berhenti, atau mengubah arah. Sedang, Pejabat Pengadaan sebagai navigator memegang peta dan kompas, memastikan setiap langkah tetap berada pada jalur yang aman dan sesuai rute resmi—yakni aturan dalam Perpres dan ketentuan LKPP. Seorang leader mungkin saja memiliki intuisi kuat dan pengalaman panjang, tetapi tanpa navigator yang tekun membaca peta, pendakian terbaik pun dapat tersesat atau terhenti oleh batu sandungan yang tak terduga. Begitu pula dalam pengadaan. PPK mungkin harus berjuang dengan tekanan waktu, target serapan anggaran, atau beban politik yang tidak ringan. Di sisi lain, Pejabat Pengadaan berada di garis depan implementasi aturan, berhadapan langsung dengan risiko kesalahan administrasi dan potensi temuan audit.

Berbicara tentang temuan audit, saya rasa ada satu “anggota tim” lain dalam pendakian ini yang memiliki peran tidak kalah penting, yakni sweeper. Dalam dunia pendakian, sweeper adalah orang yang berjalan paling belakang, memastikan tidak ada anggota tim yang tertinggal dan menilai apakah langkah-langkah yang diambil sudah sesuai rencana. Dalam konteks pengadaan, sweeper ini tak lain adalah auditor internal atau APIP. APIP bukan sekadar pemeriksa yang datang setelah proses selesai dan kemudian menyoroti kesalahan. Ia sesungguhnya adalah penjaga ritme dari belakang: memastikan PPK dan Pejabat Pengadaan tidak keluar jalur, memberikan pengingat bila ada potensi risiko, dan membantu mengoreksi langkah sebelum betul-betul terjadi insiden yang tidak diinginkan.

Pada akhirnya, keberhasilan pengadaan tidak hanya bergantung pada aturan, tetapi pada kemampuan PPK, Pejabat Pengadaan, dan APIP untuk bekerja selaras sesuai perannya masing-masing. Ketika komunikasi terjaga, masukan diterima dengan lapang, dan setiap pihak tetap berpegang pada regulasi, maka pengadaan akan berjalan sebagaimana prinsip-prinsip pengadaan yang diatur dalam perpres. Kolaborasi sederhana itulah yang menjadi kunci.

Salam,
Sitra

You Might Also Like

1 comments

  1. Blog nya sangat informatif dan sangat bermanfaat bagi kami sebagai Insan Pengadaan, Terima kasih Kepada penulis yang telah memberikan ilmu Pengadaan 😊

    BalasHapus